<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d2930916382868853190\x26blogName\x3dTasurun+online-seputar+Informasi+dan+...\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tasurunsblog.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tasurunsblog.blogspot.com/\x26vt\x3d5375521585617158167', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>
bird ann.gif
   Home Industri     Peribahasa     Penerbit Buku     Wallpaper     E-Book     Tutorial     Makalah

TRANSLATE

PENDUKUNG

29 Januari 2013
LATAR BELAKANG

Industri gula nasional dari tahun ke tahun mengalami tantangan yang makin berat. Pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan kebutuhan gula meningkat. Sedangkan produksi gula belum bisa memenuhi kebutuhan gula dalam negeri sehingga harus melakukan impor gula dari luar negeri. Hal ini diakibatkan antara lain karena sebagian PG masih menggunakan mesin-mesin tua peninggalan Belanda yang kurang efektif dan efisien dalam memproduksi gula. Pertumbuhan penduduk juga berdampak pada alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan. Alih fungsi lahan pertanian berakibat berkurangnya lahan pertanian di ataranya lahan untuk tanaman tebu. Berkurangnya lahan tebu tentunya akan berpengaruh pada hasil panen tebu dan pasokan ke industri gula. 

Selain itu, industri gula nasional juga dihadapkan pada standarisasi gula berkualitas premium. Hal ini dapat kita bandingkan dari tingkat keputihannya saja antara gula produksi dalam negeri dengan gula impor. Tentu lebih putih gula impor. Parameter gula berkualitas premium adalah kadar keputihan menurut skala ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis) di bawah 100. ICUMSA adalah standar kelas mutu (grade) warna gula yang ditentukan lewat satuan IU (international unit). Interval ICUMSA gula mulai 45 sampai 4600 IU. Semakin rendah ICUMSA, warna gula semakin cerah dan umumnya mutu gula tersebut semakin bagus.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang komplek tersebut, maka pemerintah bertekad agar pada tahun 2014, Indonesia harus bisa swasembada gula. Pada tahun 2008, swasembada gula untuk konsumsi masyarakat sudah pernah dicapai dengan tingkat produksi sebesar 2,7 juta ton, sedangkan swasembada gula yang hendak dicapai pada tahun 2014 adalah target produksi sebesar 5,7 juta ton. Target produksi sebesar itu guna memenuhi kebutuhan masyarakat maupun untuk memenuhi kebutuhan industri yang makin meningkat.

Berbagai upaya dan strategi dilakukan guna mencapai tujuan swasembada gula 2014. Dalam rangka mencapai target produksi sebesar 5,7 juta ton pada 2014, maka dicanangkan Program Revitalisasi Industri Gula Nasional. Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya revitalisasi industri gula adalah melalui perbaikan mesin dan peralatan industri gula existing (baik milik BUMN maupun swasta), menambah kapasitas terpasang untuk memperbesar volume produksi, serta pembangunan perkebunan tebu dan pabrik gula baru. Tentunya langkah-langkah ini tidak luput juga dari berbagai hambatan atau tantangan, antara lain masalah biaya, kebijakan-kebijakan, petani yang tinggal generasi tua, maupun pengaruh global.



PEMBAHASAN


A. Prospek Industri Gula Nasional

Untuk mengetahui prospek industri gula nasional, penulis melakukan analisis SWOT. Sesuai dengan asal katanya, SWOT merupakan singkatan dari Strengths, Weakneses, Opportunities, dan Threats. Dengan melakukan pembahasan menggunakan analisis SWOT, maka dapat diketahui tentang kekuatan, kelemahan/tantangan, peluang, dan ancaman industri gula nasional. Dengan analisis ini juga diharapkan bisa memberikan kontribusi pemikiran progresif (ke arah kemajuan dan perbaikan) terhadap industri gula nasional. Adapun analisisnya sebagai berikut:

1. Kekuatan (Strengths)

Ada beberapa hal yang menjadi kekuatan bagi industri gula nasional, yaitu :
a. PT. Perkebunan Nusantara yang ada di Indonesia dalam bentuk BUMN. Tentunya pemerintah setiap tahunnya menyediakan anggaran bagi BUMN-BUMN tersebut. Dengan demikian setiap tahun PTPN dapat dengan mudah memperoleh sumber pendanaan guna meningkatkan produktifitasnya.

b. Komitmen pemerintah untuk mewujudkan swasembada gula tahun 2014. Dalam hal ini pemerintah melakukan strategi-strategi sebagai berikut:
1) Peningkatan produktivitas;
2) Perluasan areal;
3) Revitalisasi dan pembangunan industri gula berbasis tebu;
4) Kelembagaan dan pembiayaan;
5) Kebijakan/dukungan pemerintah.
Komitmen dan strategi pemerintah tersebut sebagai salah satu kekuatan bagi industri gula nasional untuk berkembang dan maju.

c. Adanya kerjasama antara enam kementerian dalam mendukung terwujudkan swasembada gula tahun 2014. Ini merupakan kekuatan besar bagi industri gula nasional untuk dapat memenuhi kebutuhan gula nasional dan bahkan melakukan ekspor gula ke luar negeri. Adapun kerjasama yang dimaksud adalah Kementerian BUMN diharapkan memberikan dukungan dalam perbaikan pabrik gula dan peningkatan rendemen, Kementerian Perindustrian diharapkan memberikan dukungan dalam hal SNI dan bantuan alat/PG, Kementerian Perdagangan diharapkan memberikan dukungan dalam hal kebijakan impor dan kebijakan tarif, Kementerian Ekonomi diharapkan mampu memberikan dukungan dalam hal kebijakan dan koordinasi, Kementerian Koperasi diharapkan mampu memberikan dukungan dalam hal pembinaan KPTRI, dan Kementerian Kehutanan, Kementerian BUMN, dan Pemerintah Daerah bersinergi dalam memberikan dukungan dalam hal lahan HPK, lahan register, dan perizinan.

2. Kelemahan (Weakneses)

Banyak kelemahan yang dihadapi oleh industri gula nasional. Kelemahan tersebut merupakan tantangan yang harus segera dicarikan pemecahannya agar kondisi pergulaan nasional tetap stabil dan target swasembada gula tahun 2014 dapat tercapai. Kelemahan atau tantangan tersebut antara lain:

a. Harga jual tebu yang tidak stabil.
Harga jual tebu yang terlalu rendah menyebabkan para petani tebu kurang bergairah dalam menanam tebu. Akibatnya pasokan tebu di pabrik-pabrik gula berkurang yang berdampak pada menurunnya produksi gula. 

b. Industri gula nasional yang belum komprehensif

c. Mesin yang sudah tua
Masih ada PG yang mengandalkan mesin tua peninggalan Belanda yang kurang efektif dan efisien dalam memproduksi gula.

d. Biaya produksi yang mahal
Biaya produksi tebu Indonesia masih mahal bila dibandingkan dengan Thailand. Biaya produksi tebu di Indonesia adalah dua kali lipat biaya produksi di Thailad. Menurut data tahun 2003 bahwa biaya produksi gula di Indonesia mencapai Rp 2.631/kg, lebih tinggi dibandingkan dengan Brazil yang dapat menghasilkan 1 kg gula dengan biaya Rp 1.190 – Rp 1.530.

3. Peluang (Opportunities)

Sebenarnya industri gula nasional mempunyai peluang dan prospek yang cerah untuk dapat berswasembada gula sekaligus mengulangi kejayaan sebagai salah satu Negara pengekspor gula seperti tahun 1930. Beberapa peluang dan prospek yang dimiliki industri gula nasional adalah :

a. Lahan di luar Jawa yang masih terbentang luas.
Lahan di luar Jawa yang belum tersentuh atau masih belum dimanfaatkan secara maksimal masih luas dan dapat dimanfaatkan sebagai area tanaman tebu.

b. Pemerintah yang sejak tahun 2011 mengalokasikan anggaran sebesar Rp 273 milyar untuk keringanan pembiayaan pembelian mesin/peralatan PG menjadi satu peluang bagi industri gula nasional guna membeli mesin baru denga kapasitas yang lebih tinggi dan lebih canggih.

c. Adanya SNI Gula Kristal rafinasi (GKR) menjadi modal bagi pergulaan nasional untuk dapat bersaing dengan gula impor.

d. Adanya PTPN merupakan peluang bagi industri gula nasional. Terutama PTPN X sebagai salah satu industri gula nasional dengan sistem terpadu dan komprehensif menjadi inspirator bagi PTPN-PTPN lain agar menjadi good company.

4. Ancaman (Threats)

a. Ledakan jumlah penduduk
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol (ledakan jumlah penduduk) mempunyai dampak negatif terhadap bertambahnya kebutuhan lahan pemukiman dan bertambahnya kebutuhan konsumsi gula. Bila kebutuhan lahan pemukiman memaksa alih fungsi lahan pertanian, maka hal ini merupakan ancaman bagi area tanaman tebu.

b. Jumlah petani tebu yang makin berkurang
Saat ini petani pada umumnya dan petani tebu khususnya didominasi oleh golongan tua. Para pemuda atau generasi muda enggan untuk terjun ke dunia pertanian karena prospek yang kurang menjanjikan dan penuh spekulasi serta memerlukan modal yang besar. Banyak generasi muda yang memilih bekerja pada bidang yang lain daripada menjadi petani. Jika hal ini dibiarkan, maka 20 tahun ke depan di Indonesia minus petani sehingga biaya tenaga petani menjadi mahal. Ini merupakan salah satu ancaman bagi keberlangsungan pertanian tebu nasional.

c. Harga gula yang terlalu tinggi dan tingkat ekonomi masyarakat yang rendah.
Harga gula yang tinggi dan tingkat ekonomi masyarakat yang rendah berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Tentunya dalam memenuhi kebutuhannya, masyarakat memilih sesuatu dengan harga yang lebih murah termasuk gula. Apabila harga gula produksi dalam negeri lebih mahal daripada gula impor maka tak mungkin masyarakat memilih gula impor yang lebih murah.

d. Tingginya kuantitas gula impor
Tingginya kuantitas gula impor yang masuk Indonesia menjadi ancaman bagi keberlangsungan industri gula nasional dan merusak harga gula nasional.

B. Peran PTPN X

PTPN X sebagai salah satu produsen gula di Indonesia mempunyai peran yang sangat besar dalam dunia pergulaan di tanah air. Peran PTPN X ditunjukkan dengan kinerga positif sebagai top leader industri gula nasional dan market leader di dunia pergulaan nasional. Pada tahun 2011, produksi gula PTPN X mencapai 446.493,57 ton. 

Kinerja positif PTPN X makin berlanjut pada tahun 2012. Perseroan yang memiliki 11 pabrik gula di Jawa Timur ini mampu memproduksi gula sebanyak 494.443 ton atau sekitar 19% dari total produksi pabrik gula domestik sebanyak 2,58 juta ton. Angka produksi tahun 2012 meningkat lebih dari 10 persen dibandingkan dengan tahun 2011. Angka itu adalah yang tertinggi di antara perusahaan gula lain di Indonesia. Hal ini merupakan satu hal yang perlu dicontoh oleh PTPN-PTPN yang lain. 

Tebu yang digiling juga meningkat dari 5,616 juta ton pada tahun 2011, menjadi 6,072 juta ton pada tahun 2012. Tingkat rendemen (kadar gula dalam tebu) juga terus meningkat dari level 7,95 persen pada tahun 2011, menjadi 8,14 pada tahun 2012. Produktivitas lahan petani di lingkungan PTPN X juga yang terbesar di antara BUMN lain, sebesar 84,2 ton per hektar. Dalam hitungan TCD, PTPN X yang memiliki 11 pabrik gula dengan kapasitas terpasang sebesar 37.000 ton tebu per hari (TCD).

Pada tahun ini (2013), target produksi gula di PTPN X akan ditingkatkan menjadi 538.000 ton. Untuk dapat mendongkrak produksi pada tahun ini, PTPN X mempersiapkan dana sekitar Rp 960 miliar untuk menambah lahan dan peningkatan kinerja mesin, saer untuk memodali petani dalam melakukan budidaya. Selain itu dengan melakukan optimalisasi kapasitas giling, melakukan inovasi dari sisi on farm dan off farm terus ditingkatkan melalui berbagai cara, seperti metode bud chips, penilaian rendemen dengan memakai core sampler, dan efisiensi pemakaian bahan bakar minyak. Inilah yang diharapkan dari industry gula nasional.

Peran lain dari PTPN X adalah dalam meningkatkan kualitas petani gula. Guna mendukung program perusahaan, PTPN X secara rutin melakukan pelatihan ketrampilan kepada para petani tebu, seperti yag baru-baru ini dilakukan pelatihan ketrampilan kepada 40 petani tebu di Madura. Selain pelatihan ketrampilan, PTPN X juga mendorong lahirnya petani yang berjiwa entrepreneur. Pelatihan entrepreneur ini memberikan gambaran bahwa petani jangan hanya sebagai petani yang piawai melakukan budidaya pertanian saja tetapi harus cermat melihat peluang bisnisnya.

PTPN X juga menjadi pelopor pabrik gula dengan teknologi sulfitasi. Dengan teknologi sulfitasi ini dapat dihasilkan gula berkualitas premium. Parameter gula berkualitas premium adalah kadar keputihan menurut skala ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis) di bawah 100. ICUMSA adalah standar kelas mutu (grade) warna gula yang ditentukan lewat satuan IU atau international unit. Interval ICUMSA gula mulai 45 sampai 4600 IU. Semakin rendah ICUMSA, warna gula semakin cerah dan umumnya mutu gula tersebut semakin bagus. Teknologi sulfitasi inilah yang belum dimiliki oleh kebanyakan industri gula nasional yang kebanyakan menggunakan teknologi karbonatasi. 

Dengan teknologi sulfitasi maka PTPN X focus untuk memproduksi gula premium yang berkualitas tinggi sehingga mampu bersaing dengan gula impor. Produksi gula premium ini wujud perubahan pendekatan dari yang semula hanya pendekatan produksi menjadi berorientasi ke pendekatan konsumen dengan jalan meningkatkan produksi gula. Inilah satu peran PTPN X terhadap pergulaan nasional yang perlu diacungi jempol, didukung, ditingkatkan, dan dicontoh oleh industri gula yang lain. Seharusnya industri gula nasional mengikuti langkah yang ditempuh oleh PTPN X agar swasembada gula pada tahun 2014 tercapai.

 Pertanian

  Aeroponik
  Hidroponik
  Jamur
  Organik
  Pestisida Alami

 Perikanan

  Bandeng
  Belut
  Gurami
  Lele
  Ikan Hias

 Peternakan

  Ayam
  Burung Puyuh
  Kambing
  Pakan Herbal
  Sapi
       Signup to Bukisa, Get Paid For Publishing your Knowledge!

SPONSOR

POLLING

RUPA-RUPA

 

PESAN SINGKAT

PENGUNJUNG

WEB LINK

 
Copyright © 2010 TASURUN ONLINE. All Rights Reserved.   Desain Template oleh TASURUN << RSS Feed >>